Kamis, 09 Mei 2019

Makalah Pengaruh Iklim Terhadap Pertanian



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       PENGERTIAN  

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia.
Perubahan iklim yang telah menimbulkan beberapa bencana yang  memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih buruk di masa mendatang. Dengan menggunakan asumsi kenaikan suhu di Indonesia antara 0,40 - 30 C di  tahun 2030 dan 0,90 - 40 C di tahun 2070, terbukti bahwa perubahan iklim akibat memanasnya bumi secara negatif akan menurunkan produksi pertanian dan tingkat kesejahteraan antara     2,5 - 18 persen per tahun.
Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas pengaruh iklim terhadap produksi pertanian. Pengaruh pada produksi pertanian dapat disebabkan paling tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman, organisme pengganggu tanaman, dan kondisi tanah. Iklim dan cuaca merupakan faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman pangan. Produktifitas pertanian berubah-ubah secara nyata dari tahun ke tahun. Perubahan drastis cuaca, lebih berpengaruh terhadap pertanian dibanding perubahan rata-rata. Tanaman sangat peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya sementara dan drastis. Perbedaan cuaca antar tahun lebih berpengaruh dibanding dengan perubahan iklim yang diproyeksikan (Munawar, 2010). Makalah ini akan membahas mengenai penyebab terjadinya perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman.



1.2       TUJUAN PENULISAN 

1. Menghetahui penyebab terjadi nya perubahan iklim
2. Menghetahui dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan tanaman 
3. Menghetahui dampak peningkatan konsentrasi co2 di atmosfer.
4. Menghetahui naik nya suhu udara yang berdampak bagi tanaman.
5. Menghetahui perubahab pola curah hujan














BAB II
PEMBAHASAN


2.1       PENYEBAB TERJADINYA PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi (Las, 2007).  IPCC  (2007) dalam Noordwijk (2008). telah memberikan  banyak bukti kuat secara ilmiah bahwa iklim global telah berubah pada tingkatan yang cukup besar sepanjang sejarah geologi. Perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan  konsentrasi  gas  rumah  kaca  (GRK)  di  atmosfer, terutama tersusun dari gas-gas CO2, CH4 dan N2O.
Gas rumah kaca utama yang terus meningkat adalah karbon dioksida (CO2). Sebagian dari karbon dioksida ini dapat diserap kembali, antara lain melalui proses fotosintesis yang merupakan bagian dari proses pertumbuhan tanaman atau pohon. Namun, kini kebanyakan negara memproduksi karbon dioksida secara jauh lebih cepat ketimbang kecepatan penyerapannya oleh tanaman atau pohon, sehingga konsentrasinya di atmosfer meningkat secara bertahap. Ada beberapa gas rumah kaca yang lain. Salah satunya adalah metan (CH4), yang dapat dihasilkan dari lahan rawa dan sawah serta dari tumpukan sampah dan kotoran ternak. Gas-gas rumah kaca lainnya, meski jumlahnya lebih sedikit, antara lain adalah nitrogen oksida (N2O) dan sulfur heksaflorida (SF6) (United Nations Development Programme Indonesia, 2007).
Beberapa jenis gas di atmosfir, seperti CO2, CH4, dan N2O mempengaruhi iklim permukaan bumi karena kemampuanya dalam membantu proses transmisi radiasi dari matahari ke permukaan bumi, dan juga menghambat keluarnya sebagian radiasi dari permukaan bumi. Kalau konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang keluar dari permukaan bumi akan terhambat, sehingga suhu permukaan bumi bertambah besar. Prediksi peningkatan suhu bumi bukanlah suatu hal yang mudah iklim di suatu daerah merupakan hasil interaksi dari proses-proses fisika dan mekanik yang saling berhubungan. Peningkatan suhu, akan menyebabkan peningkatan evapotranspirasi yang berdampak pada meningkatnya konsentrasi. Apabila konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang berupa uap air, H2O(gas).  Uap air juga merupakan gas penghambat keluarnya radiasi dari permukaan bumi, sementara di lain pihak keberadaan uap air tersebut juga menimbulkan umpan balik negatif karena peningkatan pertumbuhan awan, menyebabkan terhambatnya transmisi radiasi matahari ke permukaan bumi (Syarifuddin, 2011).
Aktifitas-aktifitas yang menghasilkan GRK adalah perindustrian, penyediaan energi listrik, dan transportasi. Sedangkan dari peristiwa secara alam juga menghasilkan/ mengeluarkan GRK seperti dari letusan gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, peternakan hingga kita bernafaspun mengeluarkan GRK. Komposisi dan konsentrasi gas rumah kaca yang berada di lapisan atmosfer akan sangat bergantung dari gas-gas emisi yang dihasilkan berbagai kegiatan manusia dalam merekayasa sistem tatanan ekologi di planet ini (Hamid, 2009).
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) mengklasifikasi enam jenis gas yang dapat menyerap radiasi matahari di lapisan atmosfer yaitu Karbondioksida (CO2), Dinitroksida (NO2), Metana (CH4), Sulfurheksaflorida (SF6), Perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon (HFCs). Gas karbondioksida (CO2), dinitrooksida (NO2) dan metana (CH4) terutama dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil di sektor energi, transportasi dan industri. Gas metana (CH4) juga dihasilkan dari kegiatan pertanian dan peternakan. Sementara untuk gas sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs) dan hidroflorokarbon (HFCs) dihasilkan dari industri pendingin dan penggunaan aerosol (partikel kecil/debu) (Hamid, 2009).



2.2       DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DAN PERTANIAN.

Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu: (1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah hujan, (3) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).


1.      Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.

Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tomat, selada, timun dan bunga potong.
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat,fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat.
Selain pengaruh positif terhadap proses fotosintesis, kenaikan CO2 juga akan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh tanaman. Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu gerbang masuknya CO2 dan keluarnya uap air ke/dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat, tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O dapat dikurangi. Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan meningkat (Syarifuddin, 2011).
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas. Akan tetapi dampak pengikutan berupa peningkatan suhu dan perubahan siklus hidrologi menyebabkan pengaruh positif dari kenaikan CO2 menjadi berkurang atau terhambat sama sekali (Munawar, 2010).  


2.      Naiknya Suhu Udara yang Juga Berdampak Terhadap Unsur Iklim Lain.

Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya suhu hingga titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme tersebut antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi)
Pengaruh peningkatan suhu dapat mengurangi atau bahkan mengurangi dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfir. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah) akibat evaporasi. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas.
Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu minimum bagi tanaman untuk bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan mempengaruhi besarnya Thermal unit yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati setiap fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit dengan suhu lingkungan adalah berbanding lurus sementara berbanding terbalik dengan umur tanaman. Artinya semakin tinggi suhu, maka umur tanaman akan semakin pendek yang akhirnya berdampak pada waktu penumpukan fotosintat dan pembentukan biomassa yang lebih rendah (Syarifuddin, 2011).
Dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan  menurut Las (2007) adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan produktivitas, peningkatan konsumsi air,  percepatan pematangan buah/biji yang menurunkan  mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme pengganggu tanaman.  Bahkan  dirjen  IRRI  (International  Rice Researh Institute) menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara rata-rata 1°C dapat menurunkan produktivitas  beras dunia sekitar  5-10 %.
Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan produksi pada berbagai jenis tanaman pangan, Menurut Tang et al., (2006) dan Weerakoon et al., (2008), Pada tanaman padi, fase pembentukan malai sangat sensitif terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan kehilangan hasil. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya aktifitas serta perkecambahan polen, terbatasnya pertumbuhan tabung polen, rendahnya daya dehiscence polen dan penyerbukan yang tidak sempurna.   
Di samping itu temperatur juga secara langsung berperan terhadap perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada biji (Kobata dan Uemuki, 2004) Temperatur tinggi dapat menghambat perkembangan biji pada padi (Zakaria  et al., 2002) gandum (Hawker dan Jenner, 1993).
Peningkatan temperatur selama kemasakan juga dapat menyebabkan penurunan kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh terhambatnya akumulasi cadangan makanan pada biji (Zakaria, 2005). Munculnya bagian “putih buram” yang biasanya di dapatkan pada bagian gabah yang kurang sempurna pada musim panas diperkirakan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem transfer dan transportasi cadangan makanan selama pembentukan biji. Bagian putih buram ini adalah bagian dari kerusakan yang disebabkan oleh temperatur tinggi selama kemasakan.

3.      Berubahnya Pola Curah Hujan.

Perubahan iklim juga  menyebabkan  terjadinya perubahan  jumlah hujan  dan  pola  hujan  yang  mengakibatkan  pergeseran  awal  musim  dan  periode  masa tanam. Penurunan  curah  hujan telah menurunkan potensi satu periode masa tanam  padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007). Dampak  perubahan  pola  hujan  diantaranya mempengaruhi waktu dan musim tanam, pola tanam, degradasi lahan, kerusakan tanaman dan produktivitas, luas areal tanam dan areal panen, serta perubahan dan kerusakan keanekaragaman hayati. 


4.      Makin Meningkatnya Intensitas Kejadian Iklim Ekstrim (Anomali Iklim)  

                   Seperti El-Nino dan La-Nina.

Perubahan siklus hidrologi terutama ditunjukkan oleh periode La-Nina dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena alam yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat). Kondisi suhu muka laut di samudra pasifik yang dingin menimbulkan tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat perairan Indonesia yang berada di sebelah barat pasifik menimbulkan tekanan udara rendah. Kondisi ini menyebabkan mengalirnya massa udara dari pasifik ke wilayah Indonesia. Aliran tersebut mendorong terjadinya konvergensi massa udara yang kaya uap air. Akibatnya semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan menyebabkan turunnya hujan yang lebih banyak di daerah tersebut (lebih dari 40 mm/bulan di atas rata-rata normalnya). Kebalikan dari La-Nina adalah El-Nino ketika suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menghangat dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering dan panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat El-Nino dapat mencapai 80 mm/bulan (Boer 2002).

Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia. Hasil  pengamatan  jangka panjang menunjukkan bahwa terjadinya musim kemarau panjang akibat adanya  fenomena anomali iklim global El-Nino pada umumnya terjadi secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey  et  al., 1992). Pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504 ribu ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192 ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117 ribu ha (21%). Penurunan luas panen karena kekeringan tersebut mengakibatkan penurunan produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta ton GKG atau setara dengan 0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan 1997 menyebabkan kehilangan hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).

Kekeringan  merupakan faktor lingkungan utama yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika mendapat cekaman kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan mengakibatkan penurunan produksi tanaman.

Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun menutup sehingga  terjadi hambatan  masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman kekeringan juga menghambat  sintesis protein dan dinding sel (Salisbury and Ross, 1995). Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan hasil bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.

Penurunan laju fotosintesis akibat cekaman kekeringan, merupakan kombinasi dari beberapa proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara hidroaktif mengurangi suplai CO2 kedalam daun, (2) dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitas terhadap CO2, (3) bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas, dan (4) menurunnya efisiensi sistem fotosintesis berkaitan dengan proses biokimia dan aktifitas enzim dalam sitoplasma. Dimana dalam proses fotosintesis terdapat proses hidrolisis yang memerlukan air.    

Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La-Nina menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman. Pengaruh kelebihan air terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman dewasa (Syarifuddin, 2011). Jasis dan Karama (1998) menyatakan, banjir menyebabkan kehilangan hasil tanaman padi sebesar 214 ton GKG per tahun.







5.      Naiknya Permukaan Air Laut.

Dampak  naiknya muka  air  laut  di  sektor  pertanian  terutama  adalah  penciutan  lahan  pertanian  di  pesisir pantai,  kerusakan  infrastruktur  pertanian,  dan  peningkatan  salinitas  yang  merusak tanaman  (Las, 2007).
Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut, peningkatan permukaan air laut juga akan meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah bersifat racun bagi tanaman sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada tanaman, kecuali tumbuhan laut dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada padi sangat erat kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan Al. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan pantai yang sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian akibat peningkatan permukaan air laut menjadi sangat luas (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).

Pengaruh garam terlarut terhadap tanaman adalah melalui osmotik karena konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tanaman menyerab air. Akar tanaman memiliki membran semi permeabel yang melalukan air tapi tidak dapat melewatkan hampir semua garam terlarut. Jadi air secara osmotik semakin sulit diperoleh tanaman dengan semakin meningkatnya kadar garam larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat tertentu dapat meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui produksi asam-asam organik atau peningkatan serapan garam. Proses ini disebut sebagai penyesuaian osmotik (osmotic adjusment). Pengaruh salinitas terhadap tanaman nampaknya berupa perubahan energi dari proses pertumbuhan menjadi untuk mempertahankan perbedaan osmotik. Salah satu proses pertama adalah deversi energi pertumbuhan untuk perpanjangan sel. Jadi, untuk dapat mempertahankan perbedaan osmotik, sel jaringan daun membelah tetapi tidak menyebabkan pemanjangan. Gejala terjadinya pertambahan jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel dikarenakan adanya stres osmotik ini adalah terjadinya warna daun yang menjadi hijau gelap (Anwar dan Sudadi, 2007).


























BAB III
PENUTUP

3.1       KESIMPULAN

1.       perubahan iklim berdampak sekali terhadap pembanguna pertanian, sehingga apabila perubahan ini terus menerus bumi akan kering sehinga bahan pangan pun menjadi berkurang.

2.      Indonesia yaitu sebagai Negara kepulauan dan di daerah katulistiwa yaitu sangat rentan terhadap perubahan iklim perubahan pola hujan kenaikan air laut, dan suhu udara dan kekeringan segagai dampak serius yang di hadapi Indonesia.

3.      sebagai warga Negara Indonesia sebaik nya kita berhemat dalam kebutuhan seperti makanan, air , listrik dan lain lain . perubahan cuaca yang dasyat tidak sepenuh nya dapat di peridiksi. Memang sudah takdir ALLAH SWT jadi sebelum itu terjadi sebaik nya kita bersiap siap dengan dating nya perubahan iklim tersebut.

4.      perubahan iklim tidak hanya berpengaruh terhadap tanaman tetapi juag berdampak dalam kesehatan manusia segala macam penyakit ada dalam perubahan iklim, Meningkatnya penyakit pernapasan, jantung, dan alergi akibat buruknya kualitas udara, misalnya, sebagai akibat seringnya terjadi kebakaran hutan.

3.2       SARAN

Kami sebagai penerus bangsa akan mengurangi efek rumah kaca dan penebangan hutan dan pohon secara liar sehingga suhu di bumi dapat stabil dan berhemat dalam kebetuhan hidup seperti makanan,listrik, air .














DAFTAR PUSTAKA






Label: , ,

Kamis, 02 Mei 2019

Makalah Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman Kopi





BAB I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
Perubahan iklim terjadi di berbagai belahan dunia, sehingga menyebabkan perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadiaan iklim ekstrim berupa banjirdan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi masyarakat dunia , termasuk Indonesia.
 Permasalahan yang mempengaruhi tingkat produksi tanaman adalah iklim dan cuaca yang saat ini tidak beraturan.Kondisi ini mengakibatkan mutu hasil pertanian yang diperoleh kurang memuaskan bahkan gagal dikarenakan tidak adanya pemahaman yang baik dalam mempelajari karakteriktik iklim dan perubahan cuaca yang ekstrim akibat dari pemanasan global yang terjadi.Pada dasarnya iklim dan cuaca mempunyai hubungan yang saling terkait satu dengan lainnya. Analisis data iklim dan cuaca harus secara kompeherensif dan berkelanjutan karena iklim dan cuaca merupakan sistem yang selalu dapat berubah
           Cuaca dan iklim merupakan  unsur penting yang  dapat mempengaruhi laju pertumbuhan seperti; kelembapan,  intensitas cahaya, curah hujan dan temperatur suhu . Untuk menghasilkan produksi pertanian, kita perlu mengamati segala sesuatu yang terjadi di sekitar lahan pertanian untuk mengkontrol pertumbuhan suatu tumbuhan atau tanaman. Iklim adalah keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap. Unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari, selain keadaan tanah, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu hasil tanaman
Perubahan ruang dan waktu dalam jangka waktu tertentu mempengaruhi iklim. Dalam skala waktu tertentu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu pula, baik harian, musiman, tahunan, maupun siklus beberapa tahun. Aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari, selain keadaan tanah serta OPT(Organisme Pengganggu Tanaman), sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu hasil tanaman.
Kopi merupakan salah satu diantara tiga minuman non alkoholik (kopi, teh, cokelat) yang tersebar luas. Sudah beberapa abad lamanya, menjadi bahan perdagangan, karena kopi dapat diolah menjadi minuman yang lezat rasanya. Dengan kata lain kopi adalah sebagai penyegar badan dan pikiran. Badan yang lemah dan rasa kantuk dapat hilang setelah minum kopi panas. Lebih-lebih orang yang sudah menjadi pecandu kopi, bila tidak minum kopi rasanya akan capai dan tak dapat berpikir (Purba dkk, 2012).
Pasar kopi dunia hampir dikuasai kopi arabika dan lndonesia hanya menyumbang 10 persen. Sedangkan pangsa pasar kopi robusta hanya 25 persen dan Indonesia menyumbang 90 persen dari jumlah tersebut. Di Propinsi Sumatera Selatan kopi merupakan komoditi terbesar ketiga setelah karet dan kelapa sawit, dengan luas areal sebesar 289.610 dan produksi sebesar l3l.2l6 ton per tahun (Susilawati dan Robiartini, 2008).
Iklim  merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan san produktivitas tanaman. Berdasarkan gambaran iklim akan dapat diidentifikasika tipe vegetasi yang tumbuh dilokasi tersebut.  Pada kondisi tertentu pengaruh iklim terhadap vegetasi yang tumbuh di suatu tempat jauh lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh tanah. Untuk mengetahui apakah tanaman atau mahluk hidup lainnya dapat hidup sesuai pada iklim tertentu, diperlukan informasi iklim yang lebih rinci dari beberapa dekade dengan nilai rata- rata bulanan dengan pola sebarannya sepanjang tahun, sedangkan untuk menduga  keragaman tanaman  diperlukan informasi cuaca harian (Setiawan, 2009).
Berdasarkan perubahan iklim yang dapat mempengaruhi pertumbuhan  terhadap tanaman kopi maka penulis akan membahas lebih lanjut mengenai pengaruh iklim pada tanaman kopi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengaruh iklim terhadap tanaman kopi?
2.      Iklim apa saja kah yang paling berpengaruh pada tanaman kopi?

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengaruh dari iklim terhadap tanaman kopi.
2.      Untuk mengetahui iklim apa yang paling berpengaruh terhadap tanaman kopi.
3.      Untuk lebih mengenal tentang tanaman kopi.




























BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Iklim
Iklim adalah suatu kondisi rata-rata dari cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, diperlukan nilai rata-rata parameter parameternya selama kurang lebih 10 sampai 30 tahun. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat sulit dikendalikan. Dalam praktik iklim adalah keadaan rata-rata cuaca di suatu daerah yang luas dalam jangka waktu yang lama.Karena iklim berlaku tetap, maka penelitian tentang iklim dilakukan dengan, iklim dan cuaca sangat sulit untuk dimodifikasi/dikendalikan sesuai engan kebutuhan,kalaupun bisa memerlukan biaya dan teknologi yang tinggi. Iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi.
Pertanian adalah salah satu sektor dimana didalamnya terdapat penggunaan sumberdaya hayati untuk memproduksi suatu bahan pangan,bahan baku industri dan sumber energi. Bagian terbesar penduduk dunia adalah bermata pencaharian dalam bidang – bidang pertanian dan pertanian juga mencakup berbagai bidang,tetapi pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia.
Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis-jenis dan sifat-sifat iklim bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yang tumbuh pada suatu daerah serta produksinya. oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan.Dampak perubahan iklim bukan hanya soal naiknya permukaan laut atau perubahan suhu permukaan Bumi. Lebih penting lagi dampak perubahan iklim yang dapat dirasakan secara dekat dan nyata adalah dapat menyebabkan kerentanan pangan. Perubahan iklim merupakan tantangan dan ancaman nyata sektor pertanian dalam menjaga keberlansungan produksi pangan.
Tidak hanya menjadi perhatian pada forum internasional, perubahan iklim telah menjadi isu strategis nasional berbagai negara dalam menghadapi fenomena tersebut. Seiring dengan semakin berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen.
2.      Tanaman Kopi
Tanaman kopi digolongkan ke dalam genus Coffea keluarga Rubiaceae. Genus Coffea memiliki lebih dari 100 anggota spesies. Dari jumlah tersebut hanya tiga spesies yang dibudidayakan untuk tujuan komersial, yakni Coffea arabica, Coffea canephora, dan Coffea liberica.Tanaman ini adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang tumbuh tegak, bercabang dan bila dibiarkan akan mencapai tinggi 12 meter. Tanaman ini memiliki beberapa jenis cabang reproduksi, cabang primer, cabang sekunder, cabangkipas, cabang pecut, cabaang balik, dan cabang air (Simanjutak, 2011).
Pada umumnya tanaman kopi hanya dimanfaatkan bijinya untuk diekstrak sebagai minuman. Namun di beberapa tempat ada juga yang mengkonsumsi daunnya dengan cara diseduh seperti daun teh. Pemanfaatan kayu pohon kopi sebagai bahan kontruksi dan mebel jarang dilaporkan.
Sebagian besar biji kopi yang diperdagangkan secara global dihasilkan dari tanaman Coffea arabica dan Coffea canephora dengan nama popular kopi arabika dan kopi robusta. Sisanya dalam jumlah yang tidak signifikan merupakan jenis Coffea liberica yang diperdagangkan dengan nama kopi liberika dan kopi excelsa.
3.      Klasifikasi Tanaman
Upaya mengklasifikasikan tanaman kopi sudah dimulai sejak tahun 1623 oleh Caspar Bauhin, seorang botanis asal Swiss. Kemudian dirumuskan secara lebih komprehensif oleh Carl Linneus dalam karyanya “Species Plantarum” pada tahun 1753. Tanaman kopi yang dikenal saat itu dimasukkan dalam genus Coffea dengan nama spesies Coffea arabica.Kopi arabika merupakan jenis tanaman kopi yang pertama kali dibudidayakan. Asal tanaman ini dari dataran tinggi Etiopia. Kemudian dibawa dan dikembangkan bangsa Arab di Yaman. Di abad ke-17 orang-orang Eropa membawanya ke Jawa dan Brasil. Hingga akhirnya menyebar ke berbagai belahan dunia, lihat sejarah kopi.
Kopi robusta baru ditemukan pada tahun 1898 di Kongo oleh Emil Laurent, seorang pedagang asal Perancis. Selain di Kongo tanaman ini diperkirakan ada juga di daerah Sudan, Liberia dan Uganda. Awalnya tanaman ini disebut sebagai spesies Coffea laurentii sesuai dengan nama penemunya. Belakangan berdasarkan penamaan ilmiah terkini disebut sebagai Coffea canephora var. Robusta.
Tidak ada catatan pasti kapan dan siapa yang menemukan kopi liberika. Tanaman ini ditemukan pertama kali di daerah Liberia. Selain di Liberia diketahui juga tumbuh di hutan-hutan Burkina Faso, Pantai Gading, Gabon, Gambia, Gana, Maurtania, Nigeria, Uganda, Kamerun hingga Angola. Nama ilmiah untuk kopi liberika adalah Coffea liberica var. Liberika.
Kopi excelsa ditemukan pada tahun 1905 oleh August Chevalier, seorang botanis asal Perancis. Awalnya jenis kopi ini dinamakan Coffea excelsa, namun belakangan digolongkan sebagai salah satu varietas liberika dengan nama Coffea liberica var. Dewevrei.
Dewasa ini hanya ada 3 jenis kopi yang dibudidayakan untuk tujuan komersial. Pertama, Coffea arabica dikenal dengan nama arabika. Kedua, Coffea canephora dikenal dengan nama robusta. Ketiga, Coffea liberica yang memiliki dua varietas yakni Coffea liberica var. Liberica diperdagangkan dengan nama liberika dan Coffea liberica var. Dewevrei yang diperdagangkan dengan nama excelsa.

4.        Jenis-Jenis Tanaman Kopi
4.1  Coffea arabica
Pohon kopi arabika berbentuk perdu, namun bila tidak dipangkas ketinggiannya bisa mencapai 6 meter. Tanaman ini bisa ditanam di bawah naungan pohon peneduh ataupun lahan terbuka. Pohon kopi arabika memiliki perakaran yang dalam, bisa ditanam secara tumpang sari dengan tanaman kayu atau tanaman lainnya.
Daun kopi arabika berukuran relatif kecil dibanding jenis kopi lainnya, panjangnya 10-15 cm dan lebarnya 4-6 cm. Tanaman bisa menyerbuk sendiri, proses penyerbukan bisa terjadi diantara bungan yang terdapat dalam satu pohon. Lamanya perkembangan buah sejak berbunga hingga siap panen berkisar 7-9 bulan. Buahnya berwarna merah ketika matang dan mudah rontok.
Tanaman kopi arabika hanya tumbuh dengan baik bila dibudidayakan di atas ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Idealnya ditanaam pada ketinggian 1.200-1.950 meter. Suhu harian rata-rata yang dibutuhkan tanaman kopi arabika berkisar 15-24°C dengan curah hujan 1.200-2.200 mm per tahun.
4.2  Coffea canephora var. Robusta
Pohon kopi robusta bisa tumbuh hingga 12 meter bila tidak dipangkas. Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang dangkal sehingga membutuhkan tanah yang subur. Daun kopi robusta cukup besar dengan panjang sekitar 20-35 cm dan lebar 8-15 cm.
Tanaman kopi robusta melakukan penyerbukan silang. Ukuran buahnya lebih kecil dibanding arabika. Diameternya berkisar dari 16-18 mm. Waktu yang diperlukan mulai dari berbunga hingga buah siap panen sekitar 9-11 bulan. Buah yang telah matang tetap kuat menempel pada tangkainya.
Jenis robusta bisa tumbuh dengan baik di dataran yang lebih rendah dibanding arabika, sekitar 250-1.500 meter dari permukaan laut. Tanaman ini membutuhkan suhu rata-rata yang lebih hangat, sekitar 18-36°C dengan curah hujan 2.200-3.000 mm per tahun. Lihat juga artikel kopi robusta.
4.3  Coffea liberica var. Liberica
Pohon kopi liberika memiliki ukuran yang cukup besar, bila tidak dipangkas tingginya bisa mencapai 18 meter. Ukuran buah kopi liberika paling besar diantara kopi budidaya lainnya dengan diameter sekitar 18-30 mm. Hanya saja rasio berat kering terhadap berat buah segarnya sangat rendah.
Tanaman kopi liberika bisa hidup dengan baik pada ketinggian kurang dari 700 meter. Bahkan ada tipe kopi liberika yang tahan ditanam di lingkungan tanah yang memiliki tingkat keasaman tinggi seperti lahan gambut.
4.4  Coffea liberica var. Dewevrei
Pohon kopi excelsa memiliki sifat-sifat yang sangat mirip dengan liberika. Tidak banyak catatan mengenai karakter jenis kopi ini. Tanaman ini bisa tumbuh dengan baik di dataran rendah pada rentang ketinggian 0-700 meter dari permukaan laut. Seperti liberika, kopi excelsa dibudidayakan secara terbatas.

5.      Unsur-Unsur Iklim Yang Mempengaruhi Tanaman Kopi
Tanaman kopi bisa tumbuh baik pada zone pada 20o lintang utara serta 20o lintang selatan. indonesia yang terdapat pada 5o lintang utara hingga 10o lintang selatan mungkin untuk penanaman kopi yang baik. beberapa besar perkebunan kopi di indonesia terdapat pada 0 - 10o lintang selatan layaknya sumatera selatan, lampung, jawa, bali, serta sulawesi selatan, dan beberapa kecil perkebunan kopi terdapat pada 0 – 5o lintang utara layaknya aceh serta sumatera utara.
Perkembangan serta perubahan tanaman kopi di pengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. tiap-tiap type tanaman kopi menginginkan lingkungan yang tidak sama. unsur-unsur iklim yang banyak punya pengaruh pada budidaya kopi yaitu elevasi ( ketinggian area), jenis curah hujan, cahaya matahari/penyinaran.

5.1  Elevasi
Ketinggian area tidak punya pengaruh segera pada perkembangan serta produksi tanaman kopi, namun factor temperatur yang punya pengaruh pada perkembangan tanaman kopi. dampak temperatur pada perkembangan serta produksi tanaman kopi terlebih pembentukan bunga serta buah dan kepekaan pada serangan penyakit.
Biasanya, tinggi rendahnya temperatur ditentukan oleh ketinggian area dari permukaan laut. temperatur serta elevasi saling terkait. tem-peratur rata-rata tahunan di indonesia pada ketinggian permukaan laut lebih kurang 26o c, serta turun lebih kurang 0, 6o c tiap-tiap ketinggian naik 100 m.Tiap-tiap type kopi menginginkan temperatur atau elevasi yang tidak sama. kopi arabika bisa ditanam pada elevasi 500 – 2. 000 m, namun elevasi yang maksimal yaitu 800 – 1. 500 m dengan temperatur rata-rata tahunan 17 – 21o c. elevasi paling rendah untuk kopi arabika ditentukan oleh ketahanan tanaman pada serangan penyakit karat daun.
Sekarang ini di indonesia belum banyak mempunyai type kopi arabika yang resisten pada penyakit karat daun, hingga beberapa besar kopi arabika ditanam pada elevasi diatas 800 m serta cuma sedikit yang ditanam pada elevasi 500 – 800 m. elevasi paling tinggi untuk kopi arabika ditentukan oleh serangan embun upas ( frost ) yang kerap berlangsung pada elevasi diatas 1. 500 m.
Kopi robusta bisa ditanam pada elevasi 0 – 1. 000 m, namun elevasi maksimal pada 400 – 800 m dengan temperatur rata-rata tahunan 21 – 24o c. semakin tinggi elevasi semakin lambat perkembangan tanaman kopi, serta semakin lama periode non-produktifnya. disamping itu, elevasi juga punya pengaruh pada ukuran biji. pada elevasi yang lebih tinggi ukuran biji jadi semakin besar.
5.2  Jenis Curah Hujan
Untuk tanaman kopi, distribusi curah hujan lebih mutlak dari pada jumlah hujan per tahun, tanaman kopi menginginkan periode agak kering sepanjang 3 bln. untuk pembentukan primordia bunga, florasi, serta penyerbukan. periode kering ini lebih mutlak untuk kopi robusta yang menyerbuk silang. namun kopi arabika lebih toleran pada periode kering dikarenakan type kopi ini menyerbuk sendiri.
Tanaman kopi tumbuh optimum di tempat dengan curah hujan 2. 000 – 3. 000 mm per th., dengan 3 bln. kering, namun memperoleh ”hujan kiriman” yang cukup. tanaman kopi tetap tumbuh baik di tempat dengan curah hujan 1. 300 – 2. 000 mm per th., seandainya tanaman kopi diberi mulsa serta irigasi intensif.
Pada akhir musim hujan, cabang-cabang primer mulai membuahkan kuncup bunga. semula pada ketiak daun terlihat kuncup bunga berukuran kecil yang diselubungi oleh sepasang daun penumpu. lantas, pada setiap kuncup tumbuh sebagian basic bunga berwarna hijau yang setelah itu beralih jadi keputihan. kuncup sebagai calon bunga ini untuk sebagian waktu beristirahat. kuncup bunga yang istirahat dapat segera tumbuh sesudah turun ”hujan kiriman”. lantas, dapat jadi bunga dewasa sesudah 7 – 8 hari. apabila hujan kiriman tidak datang, calon bunga tak lagi tumbuh serta mekar jadi bunga dewasa hingga tanaman gagal berbuah. oleh dikarenakan itu, apabila ”hujan kiriman” tidak datang, tanaman kopi kerap diairi.
Bunga kopi yang sudah mekar siap untuk diserbuki. pada waktu bunga mekar serta siap untuk diserbuki menginginkan cuaca kering serta tidak hujan sepanjang 1bulan. apabila berlangsung hujan pada waktu penyerbukan, maka tepung sari dapat menggumpal serta bunga dapat rusak hingga gagal jadi buah.
Perkebunan kopi di jawa beberapa besar ditanam pada tempat dengan jenis iklim c yang agak kering, namun di sumatera beberapa besar perkebunan kopi ditanam pada tempat dengan jenis iklim b yang agak basah. panen buah kopi pada tempat iklim b relatif merata di banding dengan iklim c. perbedaan jenis curah hujan punya pengaruh pada rendemen kopi. tanaman kopi yang ditanam di tempat yang lebih kering membuahkan rendeman kopi lebih tinggi.
5.3  Penyinaran
Tanaman kopi tidak menginginkan cahaya matahari segera didalam jumlah yang banyak, namun menginginkan cahaya matahari yang teratur. sengatan cahaya matahari segera didalam jumlah banyak dapat menambah penguapan tanah serta daun tanaman kopi, hingga mengganggu keseimbangan sistem fotosintesis terlebih pada musim kemarau.
Cahaya matahari juga punya pengaruh pada pembentukan kuncup bunga. cahaya matahari yang cukup banyak dapat merangsang terbentuknya kuncup bunga. tanaman kopi yang terkena cahaya matahari selama th. dengan terus-menerus maka tanaman tersebut dapat membentuk bunga selama th.. mengakibatkan tanaman kopi dapat membuahkan bunga melebihi kemampuannya hingga jumlah bunga yang sukses jadi buah sedikit, disamping itu mutu buah kopi juga rendah.Tanaman kopi menginginkan cahaya matahari didalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan dikarenakan pada waktu itu tanaman mulai membuahkan kuncup bunga hingga butuh dirangsang oleh cahaya matahari.
Tanaman kopi biasanya memerlukan pohon penaung. untuk mengatur cahaya matahari supaya hingga pada tanaman kopi, dikerjakan dengan langkah mengatur pohon penaung. tanaman penaung diatur supaya tanaman kopi dapat tumbuh pada area yang teduh namun memperoleh cahaya matahari yang cukup



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setiap jenis kopi memerlukan tinggi tempat dari permukaan laut dan temperatur yang berbeda-beda. Untuk jenis arabica dapat hidup pada 1000-1700 m diatas permukaan laut dengan suhu 16-200C. Jenis robusta dapat hidup pada 500-1000 m diatas permukaan laut tetapi yang paling baik 800 m diatas permukaan laut dengan suhu 200C. Pertanaman kopi arabica yang dekat dengan permukaan laut banyak diserang penyakit karat daun, sedang ketinggian lebih dari 2000 m sering diganggu embun upas. Jenis liberica dapat hidup baik didaratan rendah. Curah hujan yang dibutuhkan tanaman kopi minimal dalam 1 tahun 1000-2000 mm, optimal 2000-3000 mm sedang di Indonesia curah hujan terletak antara 2000-3000 mm. Kopi robusta menghendaki musim kemarau 3-4 bulan, tetapi pada waktu itu harus sering ada hujan yang cukup.
Musim kering dikehendaki maksimal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat, sedangkan masa kering sesudah berbunga lebat sedapat mungkin tidak melebihi dua minggu. Pohon kopi tidak tahan terhadap angin yang kencang, lebih-lebih dimusim kemarau , karena angin ini akan mempertinggi penguapan air di permukaan tanah dan juga dapat mematahkan pohon pelindung, untuk mengurangi hal-hal tersebut ditepi-tepi kebun ditanam pohon penahan angin. Tanah yang dikehendaki adalah yang mempunyi solum yang cukup dalam gembur dengan bahan organik yang cukup, karenanya sangat cocok ditanam pada tanah bekas hutan. Keasaman (pH) tanah 5,5-6,5 dengan air tanah cukup dalam.
B.     Saran
Dari pembahasan yang telah kelompok kami bahas tentang “pengaruh iklim terhadap tanaman kopi” saran dari kelompok kami adalah sebelum penanaman kopi dilakukan. Hal pertama yang terlebih dulu dilakukan adalah melihat jenis tanaman kopi yang akan kita tanam, setelah kita lihat apakah cocok di tanam dengan suasana iklim di daerah tersebut atau tidak. Sehingga hasil yang didapatkan adalah hasil produksi yang baik.

Label: ,