Makalah Pengaruh Iklim Terhadap Pertanian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN
Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh
peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong
peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem
metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak
buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di
daerah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan
iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara,
serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan
beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia.
Perubahan iklim yang telah menimbulkan beberapa
bencana yang memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih buruk di masa
mendatang. Dengan menggunakan asumsi kenaikan suhu di Indonesia antara 0,40 -
30 C di tahun 2030 dan 0,90 - 40 C di tahun 2070, terbukti bahwa
perubahan iklim akibat memanasnya bumi secara negatif akan menurunkan produksi
pertanian dan tingkat kesejahteraan antara 2,5 - 18 persen per
tahun.
Beberapa penemuan terakhir mulai memperjelas pengaruh
iklim terhadap produksi pertanian. Pengaruh pada produksi pertanian dapat
disebabkan paling tidak oleh pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman,
organisme pengganggu tanaman, dan kondisi tanah. Iklim dan cuaca merupakan
faktor penentu utama bagi pertumbuhan dan produktifitas tanaman pangan.
Produktifitas pertanian berubah-ubah secara nyata dari tahun ke tahun.
Perubahan drastis cuaca, lebih berpengaruh terhadap pertanian dibanding
perubahan rata-rata. Tanaman sangat peka terhadap perubahan cuaca yang sifatnya
sementara dan drastis. Perbedaan cuaca antar tahun lebih berpengaruh dibanding
dengan perubahan iklim yang diproyeksikan (Munawar, 2010). Makalah ini akan
membahas mengenai penyebab terjadinya perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan produktifitas tanaman.
1.2 TUJUAN PENULISAN
1. Menghetahui penyebab terjadi nya perubahan iklim
2. Menghetahui dampak perubahan iklim terhadap
pertumbuhan tanaman
3. Menghetahui dampak peningkatan konsentrasi co2 di
atmosfer.
4. Menghetahui naik nya suhu udara yang berdampak bagi
tanaman.
5. Menghetahui perubahab pola curah hujan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENYEBAB TERJADINYA PERUBAHAN IKLIM
Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh
peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong
peningkatan suhu bumi (Las, 2007). IPCC (2007) dalam Noordwijk
(2008). telah memberikan banyak bukti kuat secara ilmiah bahwa iklim
global telah berubah pada tingkatan yang cukup besar sepanjang sejarah geologi.
Perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi
gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, terutama
tersusun dari gas-gas CO2, CH4 dan N2O.
Gas rumah kaca utama yang terus meningkat adalah
karbon dioksida (CO2). Sebagian dari karbon dioksida ini dapat diserap kembali,
antara lain melalui proses fotosintesis yang merupakan bagian dari proses
pertumbuhan tanaman atau pohon. Namun, kini kebanyakan negara memproduksi
karbon dioksida secara jauh lebih cepat ketimbang kecepatan penyerapannya oleh
tanaman atau pohon, sehingga konsentrasinya di atmosfer meningkat secara
bertahap. Ada beberapa gas rumah kaca yang lain. Salah satunya adalah metan
(CH4), yang dapat dihasilkan dari lahan rawa dan sawah serta dari tumpukan
sampah dan kotoran ternak. Gas-gas rumah kaca lainnya, meski jumlahnya lebih
sedikit, antara lain adalah nitrogen oksida (N2O) dan sulfur heksaflorida (SF6)
(United Nations Development Programme Indonesia, 2007).
Beberapa jenis gas di atmosfir, seperti CO2, CH4, dan
N2O mempengaruhi iklim permukaan bumi karena kemampuanya dalam membantu proses
transmisi radiasi dari matahari ke permukaan bumi, dan juga menghambat
keluarnya sebagian radiasi dari permukaan bumi. Kalau konsentrasi dari gas-gas
ini di atmosfir meningkat, radiasi yang keluar dari permukaan bumi akan
terhambat, sehingga suhu permukaan bumi bertambah besar. Prediksi peningkatan
suhu bumi bukanlah suatu hal yang mudah iklim di suatu daerah merupakan hasil
interaksi dari proses-proses fisika dan mekanik yang saling berhubungan.
Peningkatan suhu, akan menyebabkan peningkatan evapotranspirasi yang berdampak
pada meningkatnya konsentrasi. Apabila konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir
meningkat, radiasi yang berupa uap air, H2O(gas). Uap air juga merupakan
gas penghambat keluarnya radiasi dari permukaan bumi, sementara di lain pihak
keberadaan uap air tersebut juga menimbulkan umpan balik negatif karena
peningkatan pertumbuhan awan, menyebabkan terhambatnya transmisi radiasi
matahari ke permukaan bumi (Syarifuddin, 2011).
Aktifitas-aktifitas yang menghasilkan GRK adalah
perindustrian, penyediaan energi listrik, dan transportasi. Sedangkan dari
peristiwa secara alam juga menghasilkan/ mengeluarkan GRK seperti dari letusan
gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, peternakan hingga kita bernafaspun
mengeluarkan GRK. Komposisi dan konsentrasi gas rumah kaca yang berada di
lapisan atmosfer akan sangat bergantung dari gas-gas emisi yang dihasilkan
berbagai kegiatan manusia dalam merekayasa sistem tatanan ekologi di planet ini
(Hamid, 2009).
United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCC) mengklasifikasi enam jenis gas yang dapat menyerap radiasi matahari di
lapisan atmosfer yaitu Karbondioksida (CO2), Dinitroksida (NO2), Metana (CH4),
Sulfurheksaflorida (SF6), Perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon (HFCs).
Gas karbondioksida (CO2), dinitrooksida (NO2) dan metana (CH4) terutama
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil di sektor energi, transportasi dan
industri. Gas metana (CH4) juga dihasilkan dari kegiatan pertanian dan
peternakan. Sementara untuk gas sulfurheksaflorida (SF6), perflorokarbon (PFCs)
dan hidroflorokarbon (HFCs) dihasilkan dari industri pendingin dan penggunaan
aerosol (partikel kecil/debu) (Hamid, 2009).
2.2 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN DAN PERTANIAN.
Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya
tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian,
yaitu: (1) naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain,
terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (2) berubahnya pola curah hujan, (3)
makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti
El-Nino dan La-Nina, dan (4) naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung
es di kutub utara. (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
1. Dampak Peningkatan Konsentrasi CO2 di Atmosfer.
Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan
tanaman. Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga
penambahan CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca
merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tomat,
selada, timun dan bunga potong.
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah
meningkatnya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk
karbohidrat,fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor
pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut
meningkat.
Selain pengaruh positif terhadap proses fotosintesis,
kenaikan CO2 juga akan mempunyai pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh
tanaman. Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu gerbang masuknya CO2 dan
keluarnya uap air ke/dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi
terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2
sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk
mencapai effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat,
tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi
CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O dapat dikurangi.
Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan meningkat
(Syarifuddin, 2011).
Efek langsung dari meningkatnya CO2, berdampak positif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas.
Akan tetapi dampak pengikutan berupa peningkatan suhu dan perubahan siklus
hidrologi menyebabkan pengaruh positif dari kenaikan CO2 menjadi berkurang atau
terhambat sama sekali (Munawar, 2010).
2. Naiknya Suhu Udara yang Juga Berdampak Terhadap Unsur
Iklim Lain.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara dipengaruhi oleh
radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi rendahnya suhu
disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman,
distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Umumnya laju
metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan meningkatnya suhu hingga titik
optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme tersebut antara lain bukaan
stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan
respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik
secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi)
Pengaruh peningkatan suhu dapat mengurangi atau bahkan
mengurangi dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di
atmosfir. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat
hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah) akibat evaporasi. Hal
tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas.
Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang merupakan suhu
minimum bagi tanaman untuk bermetabolisme. Besaran suhu dasar ini akan
mempengaruhi besarnya Thermal unit yang diperlukan oleh tanaman untuk melewati
setiap fase perkembangannya. Hubungan antara thermal unit dengan suhu lingkungan
adalah berbanding lurus sementara berbanding terbalik dengan umur tanaman.
Artinya semakin tinggi suhu, maka umur tanaman akan semakin pendek yang
akhirnya berdampak pada waktu penumpukan fotosintat dan pembentukan biomassa
yang lebih rendah (Syarifuddin, 2011).
Dampak peningkatan suhu terhadap tanaman pangan
menurut Las (2007) adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang
menurunkan produktivitas, peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan
buah/biji yang menurunkan mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme
pengganggu tanaman. Bahkan dirjen IRRI (International
Rice Researh Institute) menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara
rata-rata 1°C dapat menurunkan produktivitas beras dunia sekitar 5-10
%.
Peningkatan temperatur dapat menyebabkan penurunan
produksi pada berbagai jenis tanaman pangan, Menurut Tang et al., (2006) dan
Weerakoon et al., (2008), Pada tanaman padi, fase pembentukan malai sangat
sensitif terhadap temperatur tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat
memungkinkan untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan
kehilangan hasil. Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya aktifitas serta
perkecambahan polen, terbatasnya pertumbuhan tabung polen, rendahnya daya
dehiscence polen dan penyerbukan yang tidak sempurna.
Di samping itu temperatur juga secara langsung
berperan terhadap perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi
bahan kering pada biji (Kobata dan Uemuki, 2004) Temperatur tinggi dapat
menghambat perkembangan biji pada padi (Zakaria et al., 2002) gandum
(Hawker dan Jenner, 1993).
Peningkatan temperatur selama kemasakan juga dapat
menyebabkan penurunan kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh terhambatnya
akumulasi cadangan makanan pada biji (Zakaria, 2005). Munculnya bagian “putih
buram” yang biasanya di dapatkan pada bagian gabah yang kurang sempurna pada
musim panas diperkirakan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem transfer
dan transportasi cadangan makanan selama pembentukan biji. Bagian putih buram
ini adalah bagian dari kerusakan yang disebabkan oleh temperatur tinggi selama
kemasakan.
3.
Berubahnya Pola Curah Hujan.
Perubahan iklim juga menyebabkan
terjadinya perubahan jumlah hujan dan pola hujan
yang mengakibatkan pergeseran awal musim
dan periode masa tanam. Penurunan curah hujan
telah menurunkan potensi satu periode masa tanam padi (Runtunuwu dan
Syahbuddin, 2007). Dampak perubahan pola hujan
diantaranya mempengaruhi waktu dan musim tanam, pola tanam, degradasi
lahan, kerusakan tanaman dan produktivitas, luas areal tanam dan areal panen,
serta perubahan dan kerusakan keanekaragaman hayati.
4.
Makin Meningkatnya Intensitas Kejadian
Iklim Ekstrim (Anomali Iklim)
Seperti El-Nino dan
La-Nina.
Perubahan siklus hidrologi terutama ditunjukkan oleh
periode La-Nina dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina merupakan fenomena
alam yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik
ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka
laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya
(hangat). Kondisi suhu muka laut di samudra pasifik yang dingin menimbulkan
tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat perairan Indonesia yang berada di
sebelah barat pasifik menimbulkan tekanan udara rendah. Kondisi ini menyebabkan
mengalirnya massa udara dari pasifik ke wilayah Indonesia. Aliran tersebut
mendorong terjadinya konvergensi massa udara yang kaya uap air. Akibatnya
semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan menyebabkan turunnya hujan yang
lebih banyak di daerah tersebut (lebih dari 40 mm/bulan di atas rata-rata
normalnya). Kebalikan dari La-Nina adalah El-Nino ketika suhu permukaan laut di
Samudra Pasifik menghangat dan menyebabkan terjadinya musim kemarau yang kering
dan panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat El-Nino dapat
mencapai 80 mm/bulan (Boer 2002).
Bencana kekeringan sering terjadi di Indonesia. Hasil
pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa terjadinya musim kemarau
panjang akibat adanya fenomena anomali iklim global El-Nino pada umumnya
terjadi secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey et al., 1992).
Pada tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah
mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504 ribu
ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192
ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117 ribu ha (21%).
Penurunan luas panen karena kekeringan tersebut mengakibatkan penurunan
produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta
ton GKG atau setara dengan 0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan
1997 menyebabkan kehilangan hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).
Kekeringan merupakan faktor lingkungan utama
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung
pada besarnya tingkat cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika
mendapat cekaman kekeringan. Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan
mempengaruhi seluruh proses metabolismeme di dalam sel dan mengakibatkan
penurunan produksi tanaman.
Pada saat terjadi kekeringan, sebagian stomata daun
menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan
aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, cekaman
kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury
and Ross, 1995). Pengaruh cekaman kekeringan tidak saja menekan pertumbuhan dan
hasil bahkan menjadi penyebab kematian tanaman.
Penurunan laju fotosintesis akibat cekaman kekeringan,
merupakan kombinasi dari beberapa proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara
hidroaktif mengurangi suplai CO2 kedalam daun, (2) dehidrasi kutikula, dinding
epidermis, dan membran sel mengurangi permeabilitas terhadap CO2, (3)
bertambahnya tahanan sel mesofil terhadap pertukaran gas, dan (4) menurunnya
efisiensi sistem fotosintesis berkaitan dengan proses biokimia dan aktifitas
enzim dalam sitoplasma. Dimana dalam proses fotosintesis terdapat proses hidrolisis
yang memerlukan air.
Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan tanaman akibat
banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit. La-Nina
menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La-Nina
menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman. Pengaruh kelebihan air
terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman
dewasa (Syarifuddin, 2011). Jasis dan Karama (1998) menyatakan, banjir
menyebabkan kehilangan hasil tanaman padi sebesar 214 ton GKG per tahun.
5.
Naiknya Permukaan Air Laut.
Dampak naiknya muka air laut
di sektor pertanian terutama adalah
penciutan lahan pertanian di pesisir pantai,
kerusakan infrastruktur pertanian, dan
peningkatan salinitas yang merusak tanaman (Las,
2007).
Selain akan menciutkan luas lahan pertanian akibat
terendam air laut, peningkatan permukaan air laut juga akan meningkatkan
salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah bersifat racun
bagi tanaman sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada tanaman, kecuali
tumbuhan laut dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada padi sangat erat
kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan Al. Indonesia sebagai
negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan pantai yang sangat panjang,
sehingga penciutan lahan pertanian akibat peningkatan permukaan air laut
menjadi sangat luas (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
Pengaruh garam terlarut terhadap tanaman adalah
melalui osmotik karena konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tanaman
menyerab air. Akar tanaman memiliki membran semi permeabel yang melalukan air
tapi tidak dapat melewatkan hampir semua garam terlarut. Jadi air secara
osmotik semakin sulit diperoleh tanaman dengan semakin meningkatnya kadar garam
larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat tertentu dapat
meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui produksi asam-asam organik
atau peningkatan serapan garam. Proses ini disebut sebagai penyesuaian osmotik
(osmotic adjusment). Pengaruh salinitas terhadap tanaman nampaknya berupa
perubahan energi dari proses pertumbuhan menjadi untuk mempertahankan perbedaan
osmotik. Salah satu proses pertama adalah deversi energi pertumbuhan untuk
perpanjangan sel. Jadi, untuk dapat mempertahankan perbedaan osmotik, sel
jaringan daun membelah tetapi tidak menyebabkan pemanjangan. Gejala terjadinya
pertambahan jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel dikarenakan
adanya stres osmotik ini adalah terjadinya warna daun yang menjadi hijau gelap
(Anwar dan Sudadi, 2007).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. perubahan iklim berdampak sekali
terhadap pembanguna pertanian, sehingga apabila perubahan ini terus menerus
bumi akan kering sehinga bahan pangan pun menjadi berkurang.
2. Indonesia yaitu sebagai Negara kepulauan
dan di daerah katulistiwa yaitu sangat rentan terhadap perubahan iklim
perubahan pola hujan kenaikan air laut, dan suhu udara dan kekeringan segagai
dampak serius yang di hadapi Indonesia.
3. sebagai warga Negara Indonesia sebaik nya
kita berhemat dalam kebutuhan seperti makanan, air , listrik dan lain lain .
perubahan cuaca yang dasyat tidak sepenuh nya dapat di peridiksi. Memang sudah
takdir ALLAH SWT jadi sebelum itu terjadi sebaik nya kita bersiap siap dengan
dating nya perubahan iklim tersebut.
4. perubahan iklim tidak hanya berpengaruh
terhadap tanaman tetapi juag berdampak dalam kesehatan manusia segala macam
penyakit ada dalam perubahan iklim, Meningkatnya penyakit pernapasan, jantung,
dan alergi akibat buruknya kualitas udara, misalnya, sebagai akibat seringnya
terjadi kebakaran hutan.
3.2 SARAN
Kami sebagai penerus bangsa akan mengurangi efek rumah
kaca dan penebangan hutan dan pohon secara liar sehingga suhu di bumi dapat
stabil dan berhemat dalam kebetuhan hidup seperti makanan,listrik, air .
DAFTAR PUSTAKA
Label: karya ilmiah, makalah, perkuliahan